Pages

Pencitraan Temporomandibular Discorder : Clicking (Imaging of Temporomandibular Discorder : Clicking)

Heru Suryonegoro 
Departemen Radiologi Kedokteran Gigi 
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia


Abstrak
Sendi temporomandibular (sendi rahang) merupakan salh satu organ yang berperan penting dalam sistem stomatognatik. Kelainan sendi dirasakan sangat mengganggu penderita dengan keluhan berupa clicking, trismus, nyeri kepala, wajah dan leher serta bahu. Pemeriksaan klinis saja tidaklah cukup untuk menentukan diagnosis kasus disertai pemeriksaan radiografik. Juga dalam rencana dan mengevaluasi hasil perawatan. BAnyak pencitraan untuk melihat keadaan sendi temporoandibular seperti: transcranio lateral, tomografi, arthografi, CT, MRI. Makalah ini hanya akan membahas pencitraan tomografi, arthography, Ct, dan MRi untuk memperoleh informasi diagnostik optimal dalam mengevaluasi kalinan sendi temporomandibula.
Kata Kunci : Sendi Temporomandibula, clicking

Pendahuluan
Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. (1-3) Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut brupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci. (1-3)

Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi temporomandibular. (1) Salah satu gejala kelainan ini munculnya bunyi saat rahang membuka dan menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya kelainan sendi temporomanibular. (1,3-7)
Untuk menegakkan diagnosis kelainan sendi temporomandibula, tidak cukup hanya pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan klinis, tetapi mutlak juga diperlukan pemeriksaan radiografik. Ada beberapa macam pemeriksaan radiografik sendi temporomandibula yang harus dibedakan, antara lain transkraniolateral, panoramik, tomografi, artografi, computed tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI). Makalah ini akan membahas pencitraan sendi temporomandibular dengan menggunakan proyeksi tomografi, CT< dan MRI. Dengan semakin majunya tehnologi diharapkan pada dokter gigi dapat membandingkan gambaran radiograf sendi temporomandibular normal dengan keadaan abnormal sehingga mampu menginterprestasikan gambaran yang diperoleh untuk selanjutnya menetapkan diagnosa dan rencana perawatan yang baik.

Tinjauan Pustaka

Anatomi sendi Temporomandibular Lokasi sendi temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah telinga yang menghubungkan rahang bawah (mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal). Sendi temporomandibular ini unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling banyak digunakan serta paling kompleks. (1,2)
Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi dipisahkan oleh diskus yang halus, disebut meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan sebagai pembatas tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan yang ditransmisikan melalui sendi. (1,2)
Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa articulare dan eminensia artikulare. Seperti yang lain, sendi temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot penguyahan, yang terletak disekitar rahang dan sendi temporomandibular. Otot-otot ini termasuk otot pterygoid interna, pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot digastrikus. Otot-otot lain dapat juga memberikan pengaruh terhadap fungsi sendi temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot punggung.

Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang lain. Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut. (1,2,9)
Fungsi Normal TMJ Ketika mulut membuka, terdapat dua gerakan pada sendi. Gerakan pertama adalah rotasi yang mengelilingi sumbu horisontal pada kepala kondil. Gerakan kedua adalah translasi. Kondil dan meniskus bergerak ke depan bersama di bawah eminensia artikularis. Pada posisi mulut menutup, bagian posterior meniskus
yang tebal dengan segara mengambil tempat di bawah kondil. Ketika kondil bertranslasi ke depan, daerah tengah yang lebih tipis dari meniskus menjadi daerah permukaan artikulasi antara kondil dan eminensia artikularis. Ketika mulut membuka penuh, kondil berada di bawah daerah anterior meniskus. (1,2,4)
Disfungsi Sendi Temporomandibular Sendi temporomandibular sangat rentan terhadap berbagai jenis kerusakan yang diakibatkan dari luar seperti trauma, atau dari dalam seperti tumor atau artritis. Disfungsi sendi temporomandibular sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat. (1,2,4)
Beberapa disfungsi menyebabkan masalah dalam penggunaan sendi temporomandibular namun sebagian lagi tidak menyebabkan masalah. Disfungsi yang parah, seperti sendi yang berfungsi, dapat menyebabkan nyeri dan mungkin tindakan bedah. (1,2,4)
Penyebab TMD 
Trauma merupakan penyebab utama TMD. Menurut Jurnal American Dent
al Association tahun 1990, 40% to 99% kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan terhadap pengaman "airbag" dalam kendaraan dapat menyebabkan TMD. (1)
Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang terbatas. Jika rahang dibuka terlalu besar dalam jangka waktu yang lama atau dipaksa terbuka, ligamen bisa robek. Bahkan ketika rahang dibuka secara normal, terdapat dislokasi sebagian dari sendi temporomandibular. Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi batas normal, dislokasi muncul atau diskus pemisah bisa rusak. (1)
Gejala TMD (1,2,4-6) Yaitu nyeri telinga, otot rahang ngilu, nyeri di dahi atau, cliking, rahang terkunci, kesulitan membuka mulut, nyeri kepala-leher.
Cliking pada sendi Temporomandibular 
Gejala ini paling sering menandakan adanya TMD dan dislokasi diskusi artikulare. (1-3) Bunyi cliking muncul saat rahang dibuka atau saat menutup. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada beberapa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh orang lain. Bunyi tersebut dideskripsikan penderita sebagai suara yang berbunyi 'klik'. (1-3)

Di antara fossa dan kondil terdapat diskus yang berfungsi sebagai penyerap tekanan dan mencegah tulang saling bergesekan ketika rahang bergerak. Bila diskus ini mengalami dislokasi, dapat menyebabkan timbulnya bunyi saat rahang bergerak. (1-3) Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi gigi posterior yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh kembang rahang dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat juga menyebabkan sakit kepala, nyeri wajah dan teliga. Jika dibiarkan tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang terkunci. (1-4,6)
Pada beberapa orang, terdapat pebedaan posisi salah satu atau kedua sendi temporomandibula ketika beroklusi. Hal ini sering sekali terjadi pada pasien yang kehilangan gigi posteriornya. Kepala kondil (berwarna biru) bisa saja mengalami penekanan terlalu keraas terhadap fossa (berwarna hijau), dan menyebabkan kartilago diskusi rusak (berwarna merah). Kemudian akan menarik ligamen terlalu kuat (berwarna kuning). Hal ini menunjukkan, bila oklusi terlalu kuat, akan menyebabkan stress pada kedua sendi rahang. (3)
Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan pada sendi dan berkepanjangan atau terus menerus, dapat menyebabkan diskus (meniskus) robek dan mengalami dislokasi berada didepan kondil. Dalam keadaan seperti ini, gerakan membuka mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya. Jika hal ini berkelanjutan, kondil bisa saja melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa cliking. (3,4,6) Ini juga dapat terjadi pada gerakan sebaliknya. Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan sendi temporomandibular.

Pemeriksaan radigrafik sendi temporomandibular 
Ada beberapa tehnik pencintraan untuk mendiagnosa kelainan sendi mulai dari foto ronsen biasa sampai MRI, tetapi, yang akan dibahas hanya beberapa proyeksi seperti tomografi, artgrafi, computed tomography (CT), dan MRI.

Tomography 
Tomography sendi temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada pertengahan gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear tomography dan complex tomography. (2,5)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular. (2,5)
Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi lebih terpercaya daripada proyeksi biasa dan panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek yang penting dalam melakukan bedah orthognati and orthodontic studies. Kerugian yang paling besar dalam tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak sendi temporomandibular, juga pada radiography biasa (2,5,10)

Arthrography
Terdapat dua tehnik arthgraphy pada sendi temporomandibular. Pada single-contrast arthography, media radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-contrast arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua tehnik. (2,5,10,11)
Jika sejumlah kecil bahan kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi, diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihatbatasnya dan posisinya bisa dilacak sepanjang pergerakan mendibula.
Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan untuk menetapkan posisi normal dan abnormal dari diskus tehadap hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk ruang sendi (synovial cavities) akan bervariasi tergantung perubahan mulut apakah membuka atau menutup dan kondil akan bertranslasi kedepan pada eminensia. Arthrogram ini merupakan satu-satunya metode yang tersedia untuk melihat hubungan yang sebenarnya antara diskus dan kondil yang dapat divisualisasikan, dan ia sangat penting untuk pnegakkan diagnosis pada kelainan internal yang terjadi. (2,7,9)
Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the corresponding cryosectional morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi juga dapat ditunjukkan dengan teknik ini. Penelitian-penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnosis dan identifikasi kerusakan sendi temporomandibular internal. (2,5) Penelitian yang baru-baru ini dilakukan
dengan menggunakan tehnik arthography, menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan keakuratan diagnosa perforasi dan adhesi diskusi Sendi Temporomandibular dengan MRI. (2,5,7)

Computed tomography 
Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai diaplikasikan ankilosis sendi temporomandibular, fraktur kondil, dislokasi dan perubahan osseous. (2,5,7,8,11)
Pada laporan terdahulu, keakuratan dalam penentuan lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan dengan CT dan penemuan bedah. 
Beberapa laporan mempertimbangkan bahwa CT dapat menggantikan proyeksi arthrograpy dalam diagnosis dislokasi diskus pada kelainan sendi temporomandibular. (11,12) 

Bagaimanapun, keakuratan dari penentuan dislokasi diskus hanya sekitar 40%-67% pada CT dalam studi material spesimen autopsi. Keakuratan dalam perubahan osseus dari sendi temporomandibular dalam CT dibandingkan dengan material cadaver sekitar 66%-87%. Beberapa laporan menunjukkan bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak dapat dihubungkan dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien tanpa perubahan osseus changes di sendi temporomandibular, bisa saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas tulang bisa bebas nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk mendiagnosa kelainan sendi temporomandibular. (2,5)

Magnetic Resonance Imaging pada sendi Temporomandibular 
Beberapa penelitian telah membandingkan MRi sendi temporomandibular dengan arthography dan CT. Hasil MRI juga dibandingkan dengan observasi anatomi dan histologi. Pada penelitian terhadap spesimen autopsi, keakuratan MRI mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan keakuratan mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai 95. Semua penelitian diatas menunjukkan bahwa MRI adalah metode terbaik untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan lunak sendi temporomandibular. (2,5,7,11,12)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi diskus yang ditunjukkan MRI ternyata memeliki hubungan dengan cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain. Setiap kali nyeri kliis dan gejala disfungsi sendi temporomandibular ditemukan tanpa adanya dislokasi diskus pada MRI maja diduga diagnosis pencintraan tersebut false positive atau false negative. (2,5,7,11,12)

Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri otot adalah salah satu aspek utama kelainan TMJ, bukti perubahan patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan dalam diagnosis pencitraan. Beberapa laporan menunjukkan MRI tidak hanya merupakan metode yang akurat untuk mendeteksi posisi diskus tetapi juga merupakan teknik potensial untuk mengevaluasi perubahan patologis oto pengunyahan pada kelainan Sendi Temporomandibular. Akan tetapi, tidak ada laporan yang menghubungkan abnormalitas otot penguyahan pada MRI dengan gejala klinis.(2,5,7,11,12)

Pembahasan
Sebagian besar penelitian menyetujui bahwa kelainan temporomandibular tidak dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Diagnosis pencintraan sangatlah penting dilakukan untuk menegakkan diagnosa.(2,3,5,7)

Dari pernyataandiatas, maka jelaslah bahwa pemeriksaan radiografik merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis adanya kelainan sendi temporomandibular. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui gambaran normal sendi temporomandibular sehingga dapat
melakukan perbandingan dengan keadaan abnormal.(2,3,5,7)
Dalam keadaan normal, posisi normal sendi temporomandibular dalam keadaan oklusi adalah kepala kondil berada di fossa artikularis dan terdapat diskus artikularis yang memisahkan kepala kondil dan fossa.(1)

Posisi kondil yang tepat ditengah fossa dan terdapat jarak antara kepala kondil dengan fossa artikularis. Adanya kelainan posisi dari keadaan normal pada gambaran radiografik, harus dipertimbangkan sebagai kemungkin adanya kelainan pada sendi temporomandibular.(2,3,5,7)

Cliking diperkirakan merupakan akibat dari dislokasi diskus artikulare yang dapat atau tidak disertai dengan dislokasi kondil. (1,3-5,7) Oleh karena itu, dari pemeriksaan radiografik, dapat dilihat ada tidaknya perubahan posisi normal kondil baik saat membuka maupun menutup mulut, juga dapat dianalisa perubahan posisi diskus, apakah masih pada posisi normal atau sudah mengalami dislokasi.

Selain dislokasi diskus, cliking dapat pula disebabkan oleh kerusakan diskus artikularis sehingga terjadi kontak antara kondil dengan fossa dan menimbulkan bunyi saat pergerakan rahang membuka dan menutup mulut.(1,3-5,7) Sehingga selain diperhatikan ada tidaknya dislokasi diskus maupun kondil, perlu diperhatikan jarak permukaan kepala kondil dengan permukaan fossa artikularis apakah masih normal atau semakin menyempit atau mungkin melebar. Bila ditemukan adanya perubahan jarak ini, perlu dicurigai adanya defek pada diskus yang mendorong terjadinya cliking.

Kesimpulan
Cliking adalah gejala kelainan sendi temporomandibular yang terjadi karena dislokasi diskus artikulare sehingga kondil berbenturan dengan tulang.

Untuk mendiagnosa cliking tidak cukup hanya dengan pemeriksaan subyektif dan klinis saja tetapi harus dilakukan pemeriksaan radiografik. Teknik radiografik seperti artografi, magnetic resonance imaging (MRI), yang menggambarkan jaringan lunak, dan tomografi, biasanya dibutuhkan adanya kondisi kelainan lain.

Prosedur diagnostik yang disarankan antara lain pencetakan gigi atau rahang dan dilakukan radiografik untuk melihat struktur rahang dan anormalitas dari gigi, sendi temporomandibular, daerah kepala dan leher.

Daftar Pustaka
1. Sharawy M. Development and clinical anatomy and physiology of the temporomandibular Joint; 1980: 3-16 

2. Whaites E. Essential of dental radiography and radiology. London: Churchill Living Stone; 1992.p. 279-313.

3. Richard W, Berg K. Diagnosis of the temporomandibular joint. W.B. Saunders Company;1993. 

4. Peters RA, Gross SG. Clinical management of temporomandibular disorder and orofacial pain. USA: Quitenssence Book; 1995.p.1-5. 

5. Weinberg LA. Technique for temporomandibular joint radiography. J Prosthet Dent 1972: 284-308 

6. Mohan PE, Alling CC. Facial pain, 3rd ed. Philadelphia: Heat Febiger; 1991.p. 42-4. 

7. dixon DC. Diagnosis imanging of the temporomandibular joint. Dent Clin North Am 1991; 53-8. 

8. The American Academy of Orofacial pain. Temporomandibular disorders, Guide lines for clasification, assessment and managent, MC Neil, I Charles (eds), 2nd ed. Quintessence. Publishing Co; 1993.p.22

9. Robert RJ. Neuromuscular dental diagnosis and treatment. Ishiyaku Euro-America, Inc; 1990.p.249 

10. Worth HM.Principles and practice of oral radiologic interpretation; 1963.p.696 

11. Miles, Vandis, Razmus. Basic principles of oral and maxilllofacial radiology; 1992.p. 192-6. 

12. Frommer HH. radiology for dental auxiliaries; 1996.p.240-1

0 comments:

Post a Comment